Wednesday, December 26, 2007
|
Pengadilan Agama Mulai Tinggalkan 'Gang Tikus'
|
Gedung-gedung Pengadilan Agama bakal dipindah ke lokasi yang lebih strategis. Kondisi bangunan kelak makin luas dan nyaman.
“Kami ingin gedung PA tidak berada di gang tikus.” Kalimat tersebut kerap dilontarkan Direktur Badan Peradilan Agama (Badilag), Wahyu Widiana. Yang dimaksudkannya sebagai gang tikus adalah jalan sempit, bukan jalan raya, apalagi jalan protokoler.
Nyatanya, tidak sedikit gedung PA memang berada di gang tikus. PA Jakarta Pusat, misalnya, terletak di jalan kecil dan terselip di antara gedung-gedung jangkung. Untuk PA dengan kasta tertinggi alias kelas IA, gedung PA Jakpus juga terhitung mungil. Bangunan berlantai dua itu luasnya tak lebih dari 150 meter persegi.
Tidak strategisnya lokasi gedung PA tak lepas dari sistem peradilan kita. Sebelum 2004, PA berada di bawah naungan Departemen Agama. “Depag tidak hanya mengurusi pengadilan. Dulu soal tanah, PA hanya dijatah 250 meter persegi, sedangkan gedungnya maksimal 150 meter persegi. Letaknya juga tidak di jalan yang strategis,” ujar Farid Ismail, Sekretaris Badilag, Jumat (10/8).
Untuk pengadaan dan perbaikan gedung PA, dulu Depag menyerahkannya kepada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama. Anggarannya, kata Farid, jauh lebih kecil ketimbang sekarang. Untuk tahun 2000, misalnya, anggaran untuk PA hanya Rp3,5 M. Hingga bernaung di bawah MA, pada 2004, anggaran untuk PA cuma Rp51 M.
Belakangan, nasib gedung PA mulai diperhatikan. Menurut Farid, Biro Perencanaan dan Organisasi MA telah berupaya membenahi kondisi dan letak gedung PA. Biro inilah yang kini melakukan pengadaan fasilitas tanah dan gedung untuk PA.
“Sekarang jatah tanah untuk PA makin luas. Untuk kelas IA minimal 5000 meter persegi, dan untuk kelas II minimal 3000 meter persegi,” beber Farid.
Dengan kebijakan itu, sejumlah PA sudah mulai berburu tanah, bahkan sudah ada yang membangung gedung baru. Contohnya, PA Jakarta Selatan baru-baru ini sudah siap boyongan ke tempat baru. “PA Jaksel akan pindah ke daerah Ragunan. Lokasinya lebih strategis dan tanahnya lebih luas,” kata Abduh Salam, hakim dan juru bicara PA Jaksel.
Di Jakarta Utara, gedung PA bahkan sudah berdiri megah. Untuk melakukan pembangunan gedung baru itu, syaratnya tak terlalu rumit. “Ketua PA mengajukan usulan ke ketua PTA. Lalu diteruskan kepada Kepala Biro Perencanaan dan organisasi MA,” ungkap Farid.
Pembangunan gedung baru bukan satu-satunya agenda kalangan PA. “Ke depan, kami berharap gedung PA bisa selokasi dengan gedung Pengadilan Negeri. Istilahnya PA dan PN terpadu. Itu untuk memudahkan masyarakat,” imbuh Farid. Di Kabupaten Cibadak, Jawa Barat, hal itu sudah terealisasikan.
Jangan hanya fisik Demi menunjang keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam mencari keadilan, gedung PA memang harus strategis dan representatif. “Hal itu positif. Tapi jangan hanya fisik yang benahi. Kualitas pelayanan juga harus ditingkatkan,” kata pengamat peradilan, Rifqi Syarief Assegaf.
Rifqi juga mewanti-wanti agar anggaran relokasi dan pembangunan gedung PA itu tidak bocor ke kantong pihak tertentu. “Di mana-mana, tidak hanya di lingkungan PA, di mana ada anggaran lebih, di situ ada penyimpangan,” ungkap Direktur Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) ini.
Sementara itu, gedung pengadilan terpadu, menurut Rifqi, membawa banyak implikasi dan harus ditelaah lebih jauh. “Positifnya, memudahkan masyarakat dan membuat komunikasi antar lingkungan peradilan jadi makin bagus. Tapi negatifnya, ini menyangkut cost benefit yang tak kecil. Kultur negatif suatu peradilan juga bisa menular,” ujarnya. |
|
posted by HERMANSYAH
1:09 AM
|
|
|
|
|
|
myprofile |
previouspost |
myarchives |
mylinks |
bloginfo |
|