JURNALIS KIDAL
Membuat dan Mencatat Sejarah
 
Saturday, July 21, 2007
Tragis, Hanya Tujuh Sarjana Syariah yang Lolos


Bukan kurikulum penyebabnya, namun biaya PKPA dan ujian yang mahal serta tingginya passing grade. Lulusan Fakultas Syariah lebih berminat menjadi hakim atau pegawai Departemen Agama.

Bendera setengah tiang agaknya pantas dikibarkan di Perguruan Tinggi yang memiliki Fakultas Syariah. Pengibaran bendera itu sebagai tanda duka cita atas minimnya lulusan fakultas syariah yang bakal jadi advokat.

Pekan lalu, Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) telah mengumumkan, dari 1.137 calon advokat yang lolos verifikasi, hanya ada tujuh yang berasal dari lulusan fakultas syariah.



Sumber: PERADI, diolah.

Ketujuh sarjana syariah tersebut sebelumnya mengikuti Ujian Profesi Advokat yang digelar PERADI pada 4 Februari 2006 dan 9 September 2006. Dan karena sudah dinyatakan lolos verifikasi, dalam waktu dekat mereka bakal dilantik.

Wakil Sekjen PERADI, Hasanuddin Nasution, mengatakan, minimnya calon advokat dari Fakultas Syariah yang lolos verifikasi bisa dimaklumi. “Karena prosentase mereka yang ikut PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat—red) dan ujian advokat sangat kecil dibanding sarjana hukum,” ujarnya. “Barangkali karena minat mereka kurang.”

Selain itu, menurut Hasanuddin, kemampuan sarjana syariah tentang hukum acara masih di bawah sarjana hukum. Tak lain, karena materi perkuliahan tentang hukum acara di Fakultas Syariah sangat terbatas. “Kalau saya amati, sarjana hukum bisa menguasai hukum acara di Peradilan Agama, tapi sarjana syariah belum tentu menguasai hukum acara di peradilan umum,” paparnya.

Namun hal itu dibantah Sekjen Assosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), Nurkhoirin. Menurutnya, lulusan Fakultas Syariah punya minat yang tinggi untuk jadi advokat, meskipun prosentasenya memang kecil dibanding lulusan Fakultas Hukum. Belakangan, sejumlah perguruan tinggi Islam juga menambah materi tentang hukum acara.

“Kendala utamanya adalah mahalnya biaya PKPA yang mencapai Rp5 juta atau Rp3 juta di daerah dan biaya ujian advokat sebesar Rp700.000. Selain itu adalah tingginya passing grade yang dipatok PERADI, yakni mencapai 6,5 sampai 7,” kata Nurkhoirin.

PERADI memang menerapkan standar yang tinggi dalam penilaian. Tak mengherankan, dari 6500 peserta ujian advokat yang digelar pada 4 Februari 2006, hanya sekitar 33% yang lulus. Bahkan pada ujian yang digelar 9 September 2006, prosentase itu menurun drastis. Dari 3.500 peserta, yang lulus ujian hanya sekitar 17 %.

Menurut Hasanuddin, passing grade yang tinggi sebenarnya tak hanya menjadi momok bagi lulusan fakultas syariah. “Sarjana Hukum juga banyak yang nggak lulus,” ujarnya. Melalui PKPA, kesenjangan penguasaan hukum acara antara sarjana syariah dengan sarjana hukum sejatinya bisa diatasi. Toh ketika menggelar PKPA, PERADI selalu menerapkan kurikulum yang seragam untuk seluruh Indonesia. Lebih dari itu, materi yang diujikan adalah materi yang diajarkan di PKPA.

Sia-siakan peluang
Jika menilik UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, sarjana syariah sebenarnya punya peluang yang sama dengan sarjana hukum untuk menjadi advokat. Pasal 2 (1) UU Advokat menyatakan, yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan telah mengikuti PKPA. Sedangkan yang dimaksud dengan berlatar belakang pendidikan tinggi hukum adalah lulusan fakultas hukum, fakultas Syariah, perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan tinggi ilmu kepolisian.

Peluang itu tampaknya kurang dimanfaatkan. Dekan Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Abdussalam Nawawi, sangat menyangkan hal itu. “Profesi advokat ini 'kan sesuatu yang masih baru bagi lulusan Fakultas Syariah. Sepertinya mereka lebih suka mendaftar jadi hakim atau pegawai di Departemen Agama,” ujarnya.

Hampir seluruh dekan Fakultas Syariah, kata Abdussalam, berusaha mengarahkan mahasiswanya untuk melirik profesi advokat. “Kurikulum sudah kami benahi. Kami juga sudah bekerja sama dengan PERADI dan beberapa kantor law firm,” tuturnya.

Bagaimanapun juga, sarjana syariah tak boleh menyia-siakan peluang yang disediakan UU Advokat. Sebab, kalau mau menengok sejarah, UU ini lahir juga atas desakan kalangan fakultas syariah.
posted by HERMANSYAH 7:22 AM  
 
0 Comments:
Post a Comment
<< HOME

myprofile
Name: HERMANSYAH
Home: Jakarta, Indonesia
About Me: Tulang-belulang yang kebetulan jadi tulang punggung keluarga
See my complete profile


previouspost
Tiga Tahun Satu Atap
‘Menjatuhkan’ Garuda dengan Konvensi Warsawa
Eksaminasi Publik Kasus Munir: Ada Fakta yang Dimu...
Tunggakan Perkara di MA: Harus Dikikis agar Cepat ...
MA Tolak Permohonan Uji Materiil Perda Pelacuran T...
Psikotes Calon Hakim
Digugat Jamaah Haji, Menteri Agama Pilih Berdamai
Kompas Digugat Rp500 Miliar
ABK KM Bahari Makmur Menangkan Praperadilan
Gugatan Ratna Sarumpaet Cs Kandas


myarchives
10/01/2006 - 11/01/2006
12/01/2006 - 01/01/2007
02/01/2007 - 03/01/2007
03/01/2007 - 04/01/2007
05/01/2007 - 06/01/2007
07/01/2007 - 08/01/2007
12/01/2007 - 01/01/2008
08/01/2008 - 09/01/2008


mylinks
TemplatePanic
Blogger


bloginfo
This blog is powered by Blogger and optimized for Firefox.
Blog designed by TemplatePanic.